JAKARTA, – Kolonel Infanteri Priyanto divonis penjara seumur hidup dan dikeluarkan dari TNI.
Brianto dihukum karena pembunuhan berencana, memperkosa hak orang lain, dan mengangkut mayatnya.
Putusan tersebut disusul pada Selasa (7 Juni 2022) oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Militer II di Kakung, Jakarta Timur.
Brigadir Jenderal Farida Faisal mengatakan Selasa bahwa “hukuman untuk terdakwa adalah penjara seumur hidup dan hukuman tambahan dibebaskan dari dinas militer.” slot gacor pagi ini
Farida juga memerintahkan terdakwa untuk tetap ditahan. Kalimatnya sama dengan tuduhan.
Sementara itu, Priyanto divonis penjara seumur hidup dalam bentrokan antara Handy dan Salsabella di Nagrig, Jawa Tengah, pada 8 Desember 2021 dan dipecat.
Seorang jaksa militer membacakan permintaan di Pengadilan Militer ke-2 pada 21 April 2022.
Priyanto telah terbukti secara meyakinkan telah melakukan pembunuhan, penculikan dan penyembunyian tubuh yang sah dan terencana.
Brianto dan dua anak buahnya membuang jenazah Handi dan Salsabella ke Sungai Seraiu di Jawa Tengah setelah bertabrakan dengan burung parkit di Jawa Barat, Kabupaten Bandung, Nagrig.
/ACHMAD NASRUDIN YAHYA Kolonel Brianto, tersangka pembunuhan Handi Saputra dan Salsabella.
Sebelum bermain tabrak lari, karir militer Brianto terbilang mulus.
Terakhir beliau menjabat sebagai Kasi Intel Kasrem 133/NW (Gorontalo) Kodam XIII/Mdk.
Sebelum menjabat sebagai Presiden Intel, Kolonel Enf Brianto menjabat sebagai Irutum Itdam IV/Diponegoro.
Kolonel Brianto juga terlibat dalam Operasi Cerro di Timor-Leste dari tahun 1975-1976.
Hal itu disampaikan dalam persidangan oleh Letnan Chuck Alexander Sitibo, kuasa hukum Brianto, dalam agenda pembacaan nota pembelaan atau petisi.
Dalam persidangan, Alexander meminta hakim mempertimbangkan komitmen Priyanto dalam Operasi Seruja terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai hasil dari operasi, Brianto menerima lencana loyalitas 8, 16 dan 24 tahun dan lencana Seroga.
Alexander meminta Brianto untuk membebaskannya dari semua tuduhan. Brianto juga kepala keluarga dan memiliki empat anak.
Namun, pada akhirnya hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Brianto atas permintaan jaksa.
/NIRMALA MAULANA ACHMAD Berbeda dengan keluarga Salsabella yang berusia 14 tahun, keluarga Handi Saputra yang berusia 17 tahun tidak menginginkan terdakwa divonis penjara seumur hidup. Orang tua Entes Hidayatullah Handi telah meminta terdakwa dihukum mati.
Peristiwa tabrak lari itu bermula pada 8 Desember 2021, saat Priyanto dan dua anak buahnya melewati Nagrig dalam perjalanan menuju Yogyakarta dengan menggunakan Isuzu Panther.
Sekitar pukul 15.30 WIB, mobil tersebut bertabrakan dengan sepeda motor Satria FU yang dikendarai Handi dan Salsabila.
Brianto memerintahkan anak buahnya untuk membuang kedua korban, namun disarankan untuk membawa Handy dan Salsabella ke rumah sakit terlebih dahulu. Tapi Brianto mengabaikannya.
Kedua korban kemudian dibuang ke Sungai Seraio. Konon Handy dilempar hidup-hidup. Sementara itu, Salsavila pingsan.
Brianto kemudian mengaku bersalah karena membuang Handy dan Salsabella di pengadilan. Pindah dari petisi.
Priyanto juga mengaku belum meminta maaf kepada keluarga korban.
Saat itu, Brianto berkata, “Aku akan minta maaf sekarang.”
“Apa yang kami lakukan sangat bodoh dan sangat buruk. Saya harap ini akan menjadi yang pertama dan terakhir saya. Saya harap saya tidak akan pernah melakukannya lagi.”